Kamis, 23 Juni 2011

SEJARAH NEGERI AMAHAI


SEJARAH NEGERI AMAHAI



1.      Asal nama negeri amahai
Amahai disebut dan ditulis juga Amahei. Tulisan ini berkaitan erat dengan sejarah yang tidak dapat dilepaskan dari bahasa dan artikulasi atau dasar ucapan yang berubah dari waktu ke waktu.

a.       Amahai
Secara etimologi kata Amahai terdiri dari dua suku kata yaitu: Ama dan Maha. Ama yang artinya Bapak dan mahai yang artinya hidup.
Sejarahnya: sejak jaman diaspora atau migrasi secara besar-besaran dari nunusaku, serombongan besar manusia dari suku wemale rumpun pata siwa berpindah atau keluar meninggalkan nunusaku mengambil jalan arah ke timur  kemudian menyebar ke selatan, mereka terdiri dari beberapa soa atau hena yang masing-masing soa atau hena dipimpin oleh seorang upu. Rombongan ini menyebar pada suatu daerah yang luas, mulai dari uwe terus paurita (kepala wai ruata) di teluk elpaputi sampai hatumete. Maka maweng mengucap syukur pada upu lero dan upu lanite bahwa orang tua mereka yang adalah Ama atau Bapak masih tetap Mahai atau hidup.

b.      Amahei
Kata amahei berasal dari kalimat “Ama Hei nama Namakala” yang berarti Bapak sejak dahulu kala.
Sejarahnya: dalam persidangan amarale kecil (saniri kecil) dari Inama Halulepesia maka ucapan kalimat di atas disebutkan upu ama bagi orang tertua dan hidup sejak dari nunusaku sampai menyebar dari uwe paurita sampai hatumete.

c.       Amahei
Ada sebagian orang berpendapat bahwa amahei berasal dari kata EMHEI yang artinya asing rasanya.
Sejarahnya : Pada jaman Gubernur Arnold de Vlaming van Oudshorn melancarkan perang hongi (1652) maka Belanda menyerang kerajaan Iha yang tak mau takluk pada Belanda. Pusat kerajaan Iha berada di gunung Ama Iha yang sukar untuk ditaklukan. Menurut  nasehat kapitan sasapone dari Tuhaha, bahwa Ama Iha dapat dilakukan bila ditembak dengan tulang babi. Kapal-kapal perang belanda mulai memasukan tulang babi bersama mesiu ke meriam mereka dan mereka menembak Ama Iha, maka Ama Iha runtuhlah dan kerajaan Iha pun takluk pada belanda.

2.      Lokasi negeri amahai
Negeri amahai terletak di pulau seram bagian selatan pesisir pulau itu. Pulau seram adalah sebuah pulau yang terbesar di anatara pulau-pulau yang terdapat di kepulauaan Maluku ini.



2.1.Letak astronomis
Anmahai secara astronomis terletak pada 182,560 bujr timur dan 3,2150 lintang selatan. Letak yang demikian menyebabkan suhu di amahai hamper sama seperti suhu pada negeri-negeri/desa-desa lain! di pulau Ambon dan pulau-pulau Lease. Jadi amahai mengenal dua musim yaitu: musim timur pada bulan mei sampai bulan agustus dan musim barat dari bulan Desembe4r sampai Ferbuari

2.2. Letak Geografis
Secara geografis Amahai terletak dalam sebuah teluk yang sangat indah, di peluk oleh dua buah tanjung yang mengajur ke laut, masing-masing tanjung Kuako dan tanjung Umuputi

Dsa /negeri Amahai berbatas:
Sebelah barat dan selatan dengan laut banda
Sebelah tmur dengan gunung kerai (karulaya)
Sebelah utara dengan teluk elpaputi

Letak geografis seperti ini, membuat desa/negeri Amahai merupakan sebuah negeri yang terlindung dalam sebuah teluk yang permai dengan di latar belakangi oleh sebuah gunung yang bernama gunung kerai.
Amahai merupakan pintu gerbang dan pelabuhan bagi kota masohi ibu kota kabupaten daerah tingkat II Maluku tengah. Pada tanggal 6 januari1898 di kota Ambon terjadi suatu gempa yang dasyat merusakan sebagian besar kota itu. Menilik tempat yang demikian maka Amahai pada tahun 1898 telah di pilih oleh pemerintah Hindia Belanda untuk menjadi Ibu Kota Residensi of molucas menggantikan kota Ambon yang rusak karena gempa bumi pada 6 januari 1898.

3.      Menelusuri Lintasan Sejarah Amahai
a.       Nama Amahai sudah ada sejak  negrasi besar-besaran dari nunusaku, yaitu kira-kira pada tahun 1400 M
b.      Kata Amahai, baru saja di ucapkan ketika Arnold de vlamming van Odshorn menyerang dan menaklukan kerajaan iha pada perang hongi 1652. Yaitu hamper 250 tahun kemudian.
c.       Amahai sebelum datang kekuasaan asing di Indonesia dan di Maluku, belum merupakan sebuah desa seperti yang terdapat sekarang ini. Amahai pada mulanya merupakan Sati Tuama (dari kata Ina =  Ibu dan Ama = Bapak) yaitu suatu kekuasaan besar yang merupakan lembaga masyarakat adat yang besar. Berdasarkan AMARALE besar pertama (musyawara besar pertama) dari saniri besar Wae Le Telu (saniri besar tiga batang air yaitu Tala,Eti dan Spalewa). Maka pulau seram dibagi menjadi 4 Inama besar yaitu :
1.      Inama SARIMETENE, kepala Inama adalah Tuhumetene yang berkedudukan di Eti, mempunyai kekuasaan dari Eti sampai Sapalewa
2.      Inama HATUMETENE, kepala Inama adalah Hahuinai berkedudukan di Nuniali mempunyai daerah kekuasaan dari Sapalewa sampai Wai Makina
3.      Inama TAHISANE, kepala Inamanya adalah Latu Raja berkedudukan di Kaibobu mempunyai daerah kekuasaan dari Kaibobu sampai Waitala
4.      Inama HALULAPESIA, yaitu Amahai dan mempunyai daerah kekausaan mulai dari Wai Uwe, Paurita (kepala Wai Ruata) di teluk Elpaputy sampai di Hatumete teluk Teluti

Amahai, sesudah tahun 1605, menerima kekuasaan belanda, sehingga terbentuklah di Amahai suatu pemerintahan yang namanya “Regen Van Amahai” untuk menerimah kekuasaan asing itu terjadi berbagai pergantian kekuasaan Inama dan Hena satu kepada Hena lain silih berganti, yang pada akhirnya berkesudahan dengan satu “Restorasi” atau “Pembaharuan” di Amahai.

Ø  Masa Menetap
Setalah daerah Maluku di kuasai oleh penjajah belanda, maka atas petunjuk Valentyn, maka batas kekuasaan itu dapat mereka tentukan. Daerah kekuasaan Inama Hawlapesia atau Inama Amahei, mereka tetapkan dalam satu onderafdelingn, yaitu onderafdeling Amahai, mulai batas Inama Tala yaitu Wat Tala sampai Wai Boboh (ulahahan).

1.      Penyebaran dan Menetap I
-          Daera Pawita, yaitu kepala Wai Ruata di huni oleh UPU Kapitan leka Gua Marima atau Pilimau, dengan 5 orang anaknya. Kelima anak dari Pilimau yaitu masing-masing :
1.      Hunipela yang melahirkan Toulala dengan marga Lernaya
2.      Siamatau yang melahirkan Hinsow
3.      Ririnusa/namasela melahirkan Samahupele dan Putumau
4.      Talainta
5.      Toulala yang melahirkan Topsela
-          Daerah Haupinalo (batu piring) ditempati oleh kakiay, sahalessy, yang kemudian membentuk Soa Nopu
-          Daerah Ariuno (adik kandung) ditempati oleh Mainassy, Wattimury, Lasamahu, Sopacua peru yang membentuk Soha Latu
-          Daerah Kaiyura (air terbuka) ditempat oleh keluarga Hailatu yang membentuk SOA LESI
-          Daerah Tanjung Kuako (kami dua sudah ada) ditempat oleh Latuny dan Peletimu
-          Daerah Wai Kawa sampai Wai Rano ditempati oleh Wai Laruny
-          Daerah kepala Wai Rano sampai ke pantai ditempati oleh Latu Sopacua, Latu Kaisupi yang dating dari Iha
-          Daerah Wai Lima (lima mata air) dari Benteng Titaley sampai pesisir teluk Amahai telah ditempati oleh Titaley
-          Daerah tanjung Umeputi (kembang putih) ditempati oleh Tupamahu

Paparan di atas menunjukan bahwa manusia-manusia ALIFIRU yang dating dari Nunusaku karena suatu Diaspora atau migrasi besar-besar akibat huru-hara terbunuhnya putri “Rapia Halnuwela” sudah mulai menetap. Apalagi hukum sirih-pinang atau hukum adat sebagai suatu konuensi (hokum yang tidak tertulis), mempunyai daya perekat dan daya pengikat yang kuat. Melanggar Konvensi ini berarti akan ditimpa malapetaka.
Suatu ungkapan yang memperkuat daya perekat hokum Sirih-Pinang atau hukum adat ini adalah: “SEI HALE HATU, HATU HALE SEI, SEI RISA SOU,SOU RISA SEI” yang arinya “SAPA BALE BATU, BATU BALE TINDIS DIA, SAPA LANGGAR JANJI/INGKAR JANJI, JANJI AKAN BALE LANGGAR DIA.
Ungkapan seperti ini, biasanya diucapakan dalam satu pasawari adat untuk memperat ikatan persaudaraan antara dua clan, hena, soa atau amino (negeri).

2.      PENYEBARAN DAN MENETAP II
Perpindahan dan penyebaran tersebut terjadi sebagai berikut:
1.      Wattimena (yang kemudian menjadi Wattimena-Lokollo) karena menyatu dengan Akollo meninggalkan Banda menurut paparan sejarah Wattimena-Lokollo bahwa mereka berasal dari Banda di Malaka. Mereka berangkat dengan sebuah perahu kecil yang mempergunakan pohon limau mas yang tumbuh di pantai sebagai layarnya. Bandan yang dimaksud adalah bahasa sensekerta untuk banda. Pelayar yang bernama TOPANUSA itu singgah di tanjung Kuako
2.      Ruhupessy dari suku Wemale, pada mulahnya mendiami daerah Kamaletan digunung, sebab itu namanya disebut Ruhupessy Kamale.

Ø  Mata rumah-rumah pertama di Amahai dengan Teon dan marganya.
1.      Soa Loko
-          Tupamahu, Puu Hausupuno Teono Maata
-          Peletimu, Puu Huapeletimu Teono Napalesy
-          Sopacua, Puu Latukaisupi Teono Sitinia
-          Lokollo, Puu Loko Teono Hualesy
-          Wattimena, Puu Mena Teono Hualesy
-          Lernaya, Topisela, Talaenta, dan Hinsou, Puu Hari Lernay, Topisela Teono Mansamu
-          Latuny, Puu Lauro Teono Simpele

2.      Soa Nopu
-          Kakiay, Puu Nopu Teono Maata
-          Lewenusa
-          Sahalessy, Puu Saruapuno Teono Laturessy

3.      Soa Latu
-          Mainassy, Puu Samariauru, Samalawae Teono Kamalessy
-          Lasamahu, Puu Laukouolo, Laukaritolo Teono Peunu
-          Wattimury Puu Lauro Teono Laturessy
-          Sopacuaperu, Puu Peru Serano, Peru Omolo Teono Samahu

4.      Soa Lessy
-          Hallatu, Puu Lessy Rumah Iralo Teono Maserua Rumahauro
-          Hallu Kilang, Puu Kilang Hatuputi Teono Polomahu
Soa loko dan nopu disebut juga soa perempuan dan disebut namanya: Ritohi Samalohi soa latu dan lessy disebut juga soa laki-laki atau Syamura Aherai dengan demikian:
Tugas dan tanggung jawab lembaga adat diatur sebagai berikut:
-          Upu Latu adalah kepala adat, pemimpin pemerintah
-          Hena puno/tuan tanah adalah penguasa atas daratan
-          Kapitane Iralo/kapitang besar adalah pemimpin perang tertinggi
-          Maweng adalah pemimpin upacara-upacara yang bersifat sacral/agamani
-          Laumula puno adalah penguasa atas lautan
-          Syamura puno adalah memimpin upacara-upacara adat
-          Matokeswano adalah penjaga baeleo – memimpin dan mengawasi segala bentuk kegiatan dan upacara adat di baileu, atau di daratan dan dilautan
-          Saniri amino/negeri adalah wakil-wakil dari setiap soa, bertugas untuk membela, memikirkan serta memutuskan hal-hal yang berguna untuk kepentingan banyak orang, termasuk didalmnya keputusan tentang penyelenggara tata upacara adat.
-          Kepala soa disebut upu pasaki adalah pemimpin setiap soa bertugas untuk membantu upu latu dalam tugas-tugas pemerintah.
-          Kewang laut adalah petugas khusus yang mengawasi keadaan laut dalam hal ini bekerjasama dalam membantu tugas laumula puno.
-          Kewang darat adalah petugas khusu untuk mengawasi harta milik warga masyarakat adat yang terbentang dalam petuanan ulayat hokum adat lounusa maatita.
-          Marinyo adalah petugas khusus yang membantu menyampaikan amanat upu latu kepada seluruh lapisan masyarakat.

RESTORASI DI NEGERI AMAHAI
            Asal wasal terjadi restorasi adalah persoalan dengan Bulawa wattimena. Bulawa Watimena adalah orang kaya makariki, terjadinya persoalan antara batas tanah selatan dan utara yang disengketakan oleh negeri amahai dan makariki
            Pada saat itu amahai mengutuskan patti Hendrek Wattimena-Lokolo berangkat ke gunung namasina untuk menyelesaikan sengketa tanah tersebut, tetapi patti Hendrek Wattimena-Lokollo tidak pergi, kemudian rakyat Amahai memutuskan Marawaka Wattimury untuk pergi ke Namasina untuk membicarakan tentang sengketa tanah itu. Kemudian Marawaka pun berangkat ke gunung namsina, dan marawaka dipikul dengan kursi bamboo, oleh orang-orang negeri Amahai ke gunung Namasina. Marawaka adalah seorang kepala soa, dan dalam perjalanan mereka pikul Marawaka sambil berkapata: atera Tomo Le, Maluwa Lumute, Susah Patanea Yana Siwa Rima O”. artinya: Rakyat Amahai memikul Marawake dengan susah payah melewati gunung lumete.
            Tibalah Marawaka di gung Namasina dan Marawaka mendapat pembicaraan dari orang kaya Bulawa Wattimena, sehingga Marawaka memutuskan untuk naik pengadilan di saparua, dengan patti Hendrek Wattimena-Lokollo. Marawaka pun kembali ke negeri Amahai dengan keputusan ini disetujui oleh rakyat Amahai oleh rakyat Amahyai, sehingga rakyat Amahai memutuskan Marawaka dan Pandemani Sahalessy berangkat ke Saparua. Marawaka dan Pandemani tiba di Saparua, Marawaka dan Pandemani duduk berhadapan dengan Patti Hendrek di depan pengadilan. Setelah selesai pengadilan di Saparua Marawaka dan Pandemani kemabali ke Negeri Amahai. Sampai di negeri Amahai mereka membuat rapat saniri besar, dan mereka menjelaskan hasil di pengadilan Saparua kepada rakyat Amahai bahwa Patti Hendrek di pihak yang kalah. Pada saat itu juga rakyat Amahai menjadi marah dan mereka bersumpah dan mungutuk dari keturunan Wattimena-Lokollo tidak boleh diperbolehkan duduk di kursi pemerintahan di negeri Amahai, sumpahan dan kutukan itu berbunyi demikian:
“Halem,uru ke Wattimena-Lokollo, parenta amino ne hour
Amino, ne molo, esi puraka o, sisio nesuhu amino, ne”
Artinya: kalau Wattimena-Lokollo perintah di negeri Amahai, maka Amahai akan tenggelam atau yang tinggal di negeri amahai adalah pohon pulaka dan kayu siki serta rumput rutu-rutu yang berada di dalam negeri amahai. Perempuan janda atau balu memakai baju hitam dan membawa menyapu di tiap-tiap jalan dan menyapu bersih tempat kaki dari keturunan kepemerintahan Wattimena-Lokollo sampai matahari masuk, kemudian rumahnya di bakar dan abunya dibuang ke laut.
            Pada tahun 1830, Elisa Hallatu di angkat menjadi sahkeber dan terdaftar sebagai daftar nomor empat dalam register pemerintahan Belanda. Kemudian pada tahun 1907, Abraham Hallatu di angkat dan mendapat gelar raja oleh pemerintahan Belanda/Controler Van Leiden. Gelar Raja tersebut di pegang oleh Hallatu sampai sekarang ini.
            Retorasi ini menyebabkan kembalinya kekuasaan kepada yang berhak. Belajar dari sejarah, retorasi semacam ini patut dipergunakan sebagai momentum sejarah untuk melaksanakan pembangunan, perbaikan dan kemajuan.










SYSTEM PERKAWINAN ADAT MENURUT
ADAT NEGERI AMAHAI

1.      Adat Perkawinan
Di zaman dahulu perkawinan itu di atur dan berlaku secara adat. Hal itu terjadi karena belum ada suatu tat pemerintahan yang dapat mengatur berbagai kebutuhan masyarakat, demikian pula agama belum lagi menyentuh daratan Nusa Ina atau Pulau seram
a.       Adat perkawinan sebelum masuk Agama dan sebelum terbentuknya pemerintahan.
Sebelumnya tata pemerintahan dan masuknya agama, perkawinan itu telah di atur dan diberlakukan secara tertib oleh masyarakat adat. Perkawinan di Zaman itu tidaklah melalui jembatan pertunangan antara kedua pasangan muda-mudi tetapi di dominasi oleh orang tua. Sebagian besar terjadi sejak lahir sudah ada suara yang disampaikan dan orang tua lelaki kepada orang tua perempuan.
Setelah kedua insan itu beranjak dewasa dilakukan ikatan janji melalui ikatan tali pada tangan masing-masing anak dan kemudian setelah sudah waktunya mereka diikat dalam perkawinan menurut adat. Walaupun tidak melalui masa-masa pertunangan untuk saling mengenal dan mencintai sejak muda tetapi sebagai anak-anak adat mereka taat dan patuh. Dalam perkawinan ini yang bertugas untuk melakukan perkawinan adalah kepala adat atau kapitan.
2.      Adat Perkawinan Setelah Agama dan Terbentuknya Pemerintahan
Setelah masuknya agama dan telah terbentuknya tata pemerintahan dengan berbagai aturannya makanya perkawinan turut mendapat pembaharuan dengan tetap berakar pada sistem perkawinan para pendahulu dengan mempertimbangkan berbagai perubahan dalam ukuran martabat kaum perempuan.
Jenis-jenis perkawinan yang berlaku antara lain:
-          Jenis minta
-          Kawin lari
-          Kawin manua

a.       Kawin minta
-          Kawin adat menurut jenis “kawin minta” bila anak laki-laki adalah anak adat negeri Amahai.
Mulanya perkawinan ini di dahului dengan mengantarkan tempat siri. Tempat siri di terima oleh keluarga si gadis maka tandanya pembicaraan di lajutkan dengan penangan anak gadis. Setelah itu keluarga anak laki-laki wajib melunasi berbagai syarat menurut adat anak perempuan barulah perkawinan secara pemerintahan dan gereja dapat dilaksanakan. Setelah selesai perkawinan yang dilakukan pemerintah dan gereja, kepada anak-anak adat diwajibkan untuk melaksanakan perkawinan adat yang lazim disebut “kasih pakai baju adat”. Hal ini dikatakan wajib karena apabila perkawinan secara pemerintah dan gereja berlangsung maka anak gadis telah menjadi milik keluarga lelaki dan sudah berada dalam rumah lelaki, sigadis akan dilarang makan bersama keluarga sebelum dilakukan perkawinan menurut adat.
Dalam perkawinan adat itu dihadirkan semua anak-anak mata rumah anak laki-laki dengan maksud agar diperkenalkan berbagai jabatan, anataranya menurut panggilan Ua, wate Tanta, Om, Konyadu, dll.
Tata cara perkawinan adat yaitu anak gadis di hentar masuk rumah setelah penghormatan adat, kemudian di gadis diserahkan oleh pemimpin rombongan kepada kepala mata rumah guna dilanjutkan dengan acara mata rumah. Setelah itu anak gadis diberi pakai baju adat selanjutnya mengantarkan apapual berupa tempat sirih dan minuman adat. Setelah itu makan meja yang disebut meja “Mananol”. Di meja Mananol tersedia semua makanan berupa makanan jenis rebusan dan tidak tertinggal makanan khas Maluku yaitu papeda. Si gadis harus makan semua makanan yang ada di meja Mananol dalam satu piring, setelah selesai makan meja Mananol sigadis diwajibkan menyapa semua kaum keluarga yang duduk di meja makan Menanol.
Batu adat dan meja makan mannol wajib dipakai selama tiga hari baru dilepaskan, dan setelah tiga hari baju adat diserahkan kepada konyadu perempuan yang ditetapkan.
-          “Kawin Adat menurut jenis” Kawin Minta” bila anak gadis adalah anak adat Amahai
Anak perempuan di pinang dengan menggunakan tempat siri atau dengan menggunakan utusan keluarga anak lelaki. Setelah ada persetujuan dua pihak barulah perkawinan dapat dilanjutkan. Sebelum perkawinan secara pemerintah ataupun gereja dilakukan keluarga anak laki-laki wajib mengantarkan harta mata rumah kerumah anak perempuan. Harta itu dalam bentuk barang-barang yang ditetapkan, antara lain:
-          Harta badan adalah piring tatu atau uang yang ditetapkan, jumlahnya 9999.
-          Piring batu buka pintu
-          Kain Om dan kain kakak
Semua barang itu di isi dalam atiting kemudian dilengkapi dengan tempat sirih dan apapual. Apabila semuanya terpenuhi maka keluarga laki-laki mengantarnya ke rumah perempuan, bila harta yang di antar di terima oleh keluarga perempuan barulah dilajutkan dengan keluarga perempuan mengantarkan semua barang bawaan berupa peti pakaian, barang-barang dapur dan semua keperluan yang dibutuhkan sampai kepada kayu api dan abu tungku. Setelah semua itu di terima maka perkawinan secara gereja dan pemerintah sudah boleh dilaksanakan.

b.      Kawin lari
Apabila seorang anak gadis kawin lari maka diwajibkan keluarga laki-laki mengantarkan harta pada hari itu juga. Apabila harta itu belum di terima maka diwajibkan untuk di bawa samapai tiga kali berturut-turut. Apabila waktu yang ditetapkan tidak dipenuhi oleh keluarga laki-laki, maka keluarga laki-laki wajib membayar denda sesuai hokum adat yang berlaku, yaitu berupa pukulan Sembilan kali di rumah adat (baileo) oleh kepala adat dengan menggunakan rantai besi.
c.       Kawin Manoa
Yang dimaksudkan dengan kawin manoa, yaitu apabila anak laki-laki mengikuti anak perempuan kerumahnya dan tinggal bersama-sam. Hal ini terjadi karena anak perempuan ini adalah anak tunggal atau anak perempuan ini sangat mencintai orang tuanya, banyak juga anak laki-laki ini tinggal bersama istrinya dan orang tua dari sang istri sampai mereka meninggal.
Apabila sang istri itu anak tunggal, maka segala harta milik orang tuanya yang sudah meninggal itu menjadi milik sang istri menurun menjadi hak milik dari anak-anak suaminya. Sang lelaki yang manoa ini, dia terlepas dari tanggung jawab/mas kawin karena ia sudah menanggung beban runah tangga ini atau karena sang lelaki ini sudah menjaga dan melayani orang tua dari sang wanita.
Tetapi jika sang lelaki tunggal beberapa tahun sampai ada seorang anak yang lahir lalu sang pria ingin kembali ke rumah orang tuanya, maka anak yang sudah lahir itu harus di tebus dengan meninggalkan sebuah piring batu dan juga diberikan satu buah kain merah.
Piring batu ini dengan bahasa disebut “Loo”NO”, yaitu untuk menggantikan piring makan si anak di rumah neneknya, dan kain merah disebut dengan bahasa “Sapuno” yaitu kain pengganti loyor yang mungkin diberikan oleh si nenek kepada cucunya.
Soa loko dan nopu disebut juga soa perempuan dan disebut namanya: Ritohi Samalohi soa latu dan lessy disebut juga soa laki-laki atau Syamura Aherai dengan demikian:
Tugas dan tanggung jawab lembaga adat diatur sebagai berikut:
-          Upu Latu adalah kepala adat, pemimpin pemerintah
-          Hena puno/tuan tanah adalah penguasa atas daratan
-          Kapitane Iralo/kapitang besar adalah pemimpin perang tertinggi
-          Maweng adalah pemimpin upacara-upacara yang bersifat sacral/agamani
-          Laumula puno adalah penguasa atas lautan
-          Syamura puno adalah memimpin upacara-upacara adat
-          Matokeswano adalah penjaga baeleo – memimpin dan mengawasi segala bentuk kegiatan dan upacara adat di baileu, atau di daratan dan dilautan
-          Saniri amino/negeri adalah wakil-wakil dari setiap soa, bertugas untuk membela, memikirkan serta memutuskan hal-hal yang berguna untuk kepentingan banyak orang, termasuk didalmnya keputusan tentang penyelenggara tata upacara adat.
-          Kepala soa disebut upu pasaki adalah pemimpin setiap soa bertugas untuk membantu upu latu dalam tugas-tugas pemerintah.
-          Kewang laut adalah petugas khusus yang mengawasi keadaan laut dalam hal ini bekerjasama dalam membantu tugas laumula puno.
-          Kewang darat adalah petugas khusu untuk mengawasi harta milik warga masyarakat adat yang terbentang dalam petuanan ulayat hokum adat lounusa maatita.
-          Marinyo adalah petugas khusus yang membantu menyampaikan amanat upu latu kepada seluruh lapisan masyarakat.

RESTORASI DI NEGERI AMAHAI
            Asal wasal terjadi restorasi adalah persoalan dengan Bulawa wattimena. Bulawa Watimena adalah orang kaya makariki, terjadinya persoalan antara batas tanah selatan dan utara yang disengketakan oleh negeri amahai dan makariki
            Pada saat itu amahai mengutuskan patti Hendrek Wattimena-Lokolo berangkat ke gunung namasina untuk menyelesaikan sengketa tanah tersebut, tetapi patti Hendrek Wattimena-Lokollo tidak pergi, kemudian rakyat Amahai memutuskan Marawaka Wattimury untuk pergi ke Namasina untuk membicarakan tentang sengketa tanah itu. Kemudian Marawaka pun berangkat ke gunung namsina, dan marawaka dipikul dengan kursi bamboo, oleh orang-orang negeri Amahai ke gunung Namasina. Marawaka adalah seorang kepala soa, dan dalam perjalanan mereka pikul Marawaka sambil berkapata: atera Tomo Le, Maluwa Lumute, Susah Patanea Yana Siwa Rima O”. artinya: Rakyat Amahai memikul Marawake dengan susah payah melewati gunung lumete.
            Tibalah Marawaka di gung Namasina dan Marawaka mendapat pembicaraan dari orang kaya Bulawa Wattimena, sehingga Marawaka memutuskan untuk naik pengadilan di saparua, dengan patti Hendrek Wattimena-Lokollo. Marawaka pun kembali ke negeri Amahai dengan keputusan ini disetujui oleh rakyat Amahai oleh rakyat Amahyai, sehingga rakyat Amahai memutuskan Marawaka dan Pandemani Sahalessy berangkat ke Saparua. Marawaka dan Pandemani tiba di Saparua, Marawaka dan Pandemani duduk berhadapan dengan Patti Hendrek di depan pengadilan. Setelah selesai pengadilan di Saparua Marawaka dan Pandemani kemabali ke Negeri Amahai. Samapai di negeri Amahai mereka membuat rapat saniri besar, dan mereka menjelaskan hasil di pengadilan Saparua kepada rakyat Amahai bahwa Patti Hendrek di pihak yang kalah. Pada saat itu juga rakyat Amahai menjadi marah dan mereka bersumpah dan mungutuk dari keturunan Wattimena-Lokollo tidak boleh diperbolehkan duduk di kursi pemerintahan di negeri Amahai, sumpahan dan kutukan itu berbunyi demikian:
“Halem,uru ke Wattimena-Lokollo, parenta amino ne hour
Amino, ne molo, esi puraka o, sisio nesuhu amino, ne”
Artinya: kalau Wattimena-Lokollo perintah di negeri Amahai, maka Amahai akan tenggelam atau yang tinggal di negeri amahai adalah pohon pulaka dan kayu siki serta rumput rutu-rutu yang berada di dalam negeri amahai. Perempuan janda atau balu memakai baju hitam dan membawa menyapu di tiap-tiap jalan dan menyapu bersih tempat kaki dari keturunan kepemerintahan Wattimena-Lokollo sampai matahari masuk, kemudian rumahnya di bakar dan abunya dibuang ke laut.
            Pada tahun 1830, Elisa Hallatu di angkat menjadi sahkeber dan terdaftar sebagai daftar nomor empat dalam register pemerintahan Belanda. Kemudian pada tahun 1907, Abraham Hallatu di angkat dan mendapat gelar raja oleh pemerintahan Belanda/Controler Van Leiden. Gelar Raja tersebut di pegang oleh Hallatu sampai sekarang ini.
            Retorasi ini menyebabkan kembalinya kekuasaan kepada yang berhak. Belajar dari sejarah, retorasi semacam ini patut dipergunakan sebagai momentum sejarah untuk melaksanakan pembangunan, perbaikan dan kemajuan.


3 komentar: